Tentang Kami

Senin, 04 Juni 2012


Menulis Berita Itu Gampang Kok.....

Bekerja menjadi wartawan, sangat menyenangkan. Aku semakin produktif menulis cerpen dan novel. Jimat  5W+1H semakin efektif, membuatku jadi berpikir kritis. Dengan mewawancarai orang, aku jadi tahu orang yang duduk di sebelahku.”
GOL A GONG
(Penulis Buku Best Seller & Ketua TBM se-Indonesia)


Banyak pertanyaan seputar bagaimana seorang wartawan menulis berita setiap hari? Dari mana dia tahu di suatu tempat ada berita? Bagaimana cara memilih berita yang baik? Seandainya tidak ada peristiwa, berita apa yang ditulis wartawan untuk koran besok? 
Pertanyaan serupa pernah muncul dalam benak saya sebelum memasuki dunia jurnalistik. Jauhnya jarak kantor redaksi dari tempat tinggal dan sulitnya mendapatkan koran atau majalah up to date membuat jiwa saya semakin penasaran ingin tahu bagaimana proses pembuatan berita itu hingga sampai ke tangan pembaca. Maklum, waktu itu, media baru diberi kebebasan dari kekangan sang penguasa (1988). Wajah sumringahnya menyapa para penikmat berita hingga ke pelosok-pelosok desa. Informasi yang disampaikan pun lebih terbuka dan merakyat.
Kecintaanku terhadap berita sudah muncul sejak SLTA. Hal tersebut nampak pada kebiasaanku membaca koran bekas yang menumpuk di warung tetangga. Kendati, waktu itu, koran up to date adalah barang langka yang sulit didapat. Tak mengapalah, pikirku. Dari pada hasrat membacaku mengkristal di kepala lebih baik baca apa saja yang penting bermanfaat dan informatif. Bahkan, setiap kali membaca berita di koran, dadaku terasa sesak karena ingin cepat-cepat bisa menulis berita seperti wartawan-wartawan yang ku kagumi itu.
Sebuah anugerah. Ketika hasratku memuncak ingin menjadi wartawan, harian lokal nomor wahid di Banten membuka lowongan wartawan dengan kuota tiga orang. Aku diseleksi bersama tiga puluh enam orang pendaftar berasal dari Perguruan Tinggi Negeri terkemuka baik dalam maupun luar Banten. Sementara, aku hanya lulusan SLTA dan masih sangat awam dengan dunia jurnalistik. Maklum, aku tinggal di Pesantren Salafi yang diasuh pamanku. Meski demikian, aku tetap semangat mengikuti kompetisi. Karena, menurutku, Allah akan mengabulkan usaha seseorang yang sungguh-sungguh dan ikhlas. Man Jadda Wajada.
Selama tiga bulan para peserta diuji kemampuannya dalam mencari dan menulis berita. Malam wisuda dan penentuan tiga calon wartawan pun tiba. Jantungku berdetak hebat menanti sang direktur koran membacakan surat keputusan. Beberapa juru kamera sudah siap mengabadikan tiga orang finalis.  Meski sainganku mahasiswa berbobot, aku tetap berharap, semoga masuk final minimal urutan terakhir.  Alangkah kagetnya aku, ketika peraih calon wartawan urutan ketiga jatuh pada Harry, sahabatku satu tim. Tapi, aku masih bisa menghirup nafas karena masih ada kedua. Sang pembaca SK pun memperlambat bacaannya, semua yang hadir seolah sengaja dibuat penasaran. “Dughh….,” seperti dihantam puluhan tangan pria perkasa, badanku seakan remuk mendengar nama Vivi, sahabat satu timku yang menduduki posisi kedua. Tubuhku seperti dikuliti. Aku pasrah dan ikhlas. Aku rela dan yakin sudah tidak ada harapan untuk masuk tiga besar. Pikirku, aku tak pantas menjadi nomor satu. Sebab, teman-temanku yang lain lebih hebat dan berasal dari bangku kuliah. Karena tak lagi berharap, aku izin keluar ruangan. Berpura-pura masuk toilet walau sebenarnya aku tidak tahu apa tujuannya. Sang direktur dan beberapa orang didekatnya mengarah kepadaku seolah melarang aku keluar sebelum SK selesai dibacakan. Aku mengerti itu. Setelah tiga menit di toilet aku bergegas kembali masuk. Alangkah kaget dan terheran-herannya aku saat sang juru kamera mengambil gambarku disusul teman-teman yang lain memelukku sambil diiringi ucapan selamat. Setelah tahu peraih juara satu itu adalah aku, mataku berkaca-kaca seakan tak percaya ini terjadi. Tapi, semuanya kembali pada kehendak Allah. Tanpa adanya campur tangan sang kholiq mustahil aku meraih juara satu. Salah satu kunci keberhasilanku adalah sungguh-sungguh dan tetap semangat meraih cita-cita. Di samping itu, mungkin keberhasilanku ini adalah buah dari kebiasaanku membaca koran setiap hari. Sehingga, perbendaharaan kata menumpuk di kepalaku.
Kisah inspiratif di atas tidak mengandung maksud apa-apa selain untuk pemicu semangat saja. Bahwa siapa pun orangnya dan dari kalangan apapun dia, Insya Allah bisa menulis berita tanpa diembel-embeli dengan latar belakang pendidikan tinggi atau berbakat tidaknya menjadi seorang penulis. Selagi ada kesungguhan dan kemauan serius, maka semua akan dengan mudah diraih.   
Satu lagi, tips keberhasilan seorang penulis adalah kesiapan dan kesadaran dari dalam diri.  Apakah benar kita senang membaca (berita)? Senang melihat wartawan mewawancarai narasumber? Senang melatih diri menulis apapun? Dan benarkah memiliki  kepuasan batin jika tulisan kita dibaca orang?
Mengapa minat menggebu ini penting? Karena dengan modal inilah semua kesulitan bisa diselesaikan. Jika minat sudah ada, maka mulailah bertindak menuju dunia jurnalistik dengan banyak menulis, banyak membuat analisa dan belajar membuat opini. Jika opini Anda sudah dirasa bagus, muat ke media massa.
Jika tidak bisa dimuat, buatlah tulisan setiap hari – sekali lagi setiap hari – di buku harian Anda. Membiasakan memberi komentar dan deskripsi akan memberikan kekuatan dan modal penting dalam mengasah kemampuan menulis berita.
Nah, mulailah menulis komentar tentang peristiwa di sekitar Anda mulai dari kasus korupsi, banjir, got mampet, kemarau panjang dan angkot yang tidak disiplin, kalau bisa berbicara dan berdebat dengan rekan Anda tentang suatu masalah yang lagi hot. Kebiasaan menulis buku harian – tidak selalu tentang romantisme Anda – mengenai topik sosial, nasional dan internasional akan membuat Anda terbiasa dan terbuka dalam mengajukan pendapat. Anda juga bisa terbiasa menuliskan secara runtut dan logis.
Bila sudah selesai, kaji dan baca kembali. Siapa tahu memang dari situ kelihatan bakat Anda dalam penulisan. Tidak tentu tulisan pertama akan menjadi karya yang terpuji, tetapi Anda telah mengawali langkah untuk memasuki karir di dunia jurnalistik.
Sekali lagi mulailah menulis. Tulis apa saja, beri komentar apa saja. Lalu perlahan-lahan buatlah ulasan terhadap peristiwa yang menarik minat Anda. Keluarkanlah seluruh pengetahuan dan daya analisa Anda, niscaya ini akan menuntun ke dunia lebih luas dalam tahap awal dunia jurnalistik.
Jangan menyerah jika selama satu hari Anda tidak menulis apapun karena merasa buntu pikiran. Saat kesulitan seperti itulah yang menentukan apakah Anda menyerah atau terus maju.