Menulis Berita Itu Gampang Kok.....
“Bekerja menjadi wartawan, sangat
menyenangkan. Aku semakin produktif menulis cerpen dan novel. Jimat 5W+1H semakin efektif, membuatku jadi
berpikir kritis. Dengan mewawancarai orang, aku jadi tahu orang yang duduk di
sebelahku.”
GOL A GONG
(Penulis
Buku Best Seller & Ketua TBM se-Indonesia)
Banyak
pertanyaan seputar bagaimana seorang wartawan menulis berita setiap hari? Dari
mana dia tahu di suatu tempat ada berita? Bagaimana cara memilih berita yang
baik? Seandainya tidak ada peristiwa, berita apa yang ditulis wartawan untuk koran
besok?
Pertanyaan
serupa pernah muncul dalam benak saya sebelum memasuki dunia jurnalistik. Jauhnya
jarak kantor redaksi dari tempat tinggal dan sulitnya mendapatkan koran atau
majalah up to date membuat jiwa saya
semakin penasaran ingin tahu bagaimana proses pembuatan berita itu hingga
sampai ke tangan pembaca. Maklum, waktu itu, media baru diberi kebebasan dari
kekangan sang penguasa (1988). Wajah sumringahnya menyapa para penikmat berita
hingga ke pelosok-pelosok desa. Informasi yang disampaikan pun lebih terbuka
dan merakyat.
Kecintaanku
terhadap berita sudah muncul sejak SLTA. Hal tersebut nampak pada kebiasaanku
membaca koran bekas yang menumpuk di warung tetangga. Kendati, waktu itu, koran
up to date adalah barang langka yang
sulit didapat. Tak mengapalah, pikirku. Dari pada hasrat membacaku mengkristal
di kepala lebih baik baca apa saja yang penting bermanfaat dan informatif. Bahkan,
setiap kali membaca berita di koran, dadaku terasa sesak karena ingin cepat-cepat
bisa menulis berita seperti wartawan-wartawan yang ku kagumi itu.
Sebuah
anugerah. Ketika hasratku memuncak ingin menjadi wartawan, harian lokal nomor
wahid di Banten membuka lowongan wartawan dengan kuota tiga orang. Aku diseleksi
bersama tiga puluh enam orang pendaftar berasal dari Perguruan Tinggi Negeri
terkemuka baik dalam maupun luar Banten. Sementara, aku hanya lulusan SLTA dan
masih sangat awam dengan dunia jurnalistik. Maklum, aku tinggal di Pesantren Salafi
yang diasuh pamanku. Meski demikian, aku tetap semangat mengikuti kompetisi.
Karena, menurutku, Allah akan mengabulkan usaha seseorang yang sungguh-sungguh
dan ikhlas. Man Jadda Wajada.
Selama
tiga bulan para peserta diuji kemampuannya dalam mencari dan menulis berita. Malam
wisuda dan penentuan tiga calon wartawan pun tiba. Jantungku berdetak hebat menanti
sang direktur koran membacakan surat keputusan. Beberapa juru kamera sudah siap
mengabadikan tiga orang finalis. Meski
sainganku mahasiswa berbobot, aku tetap berharap, semoga masuk final minimal
urutan terakhir. Alangkah kagetnya aku,
ketika peraih calon wartawan urutan ketiga jatuh pada Harry, sahabatku satu
tim. Tapi, aku masih bisa menghirup nafas karena masih ada kedua. Sang pembaca
SK pun memperlambat bacaannya, semua yang hadir seolah sengaja dibuat
penasaran. “Dughh….,” seperti
dihantam puluhan tangan pria perkasa, badanku seakan remuk mendengar nama Vivi,
sahabat satu timku yang menduduki posisi kedua. Tubuhku seperti dikuliti. Aku
pasrah dan ikhlas. Aku rela dan yakin sudah tidak ada harapan untuk masuk tiga
besar. Pikirku, aku tak pantas menjadi nomor satu. Sebab, teman-temanku yang
lain lebih hebat dan berasal dari bangku kuliah. Karena tak lagi berharap, aku
izin keluar ruangan. Berpura-pura masuk toilet walau sebenarnya aku tidak tahu
apa tujuannya. Sang direktur dan beberapa orang didekatnya mengarah kepadaku
seolah melarang aku keluar sebelum SK selesai dibacakan. Aku mengerti itu. Setelah
tiga menit di toilet aku bergegas kembali masuk. Alangkah kaget dan
terheran-herannya aku saat sang juru kamera mengambil gambarku disusul
teman-teman yang lain memelukku sambil diiringi ucapan selamat. Setelah tahu
peraih juara satu itu adalah aku, mataku berkaca-kaca seakan tak percaya ini
terjadi. Tapi, semuanya kembali pada kehendak Allah. Tanpa adanya campur tangan
sang kholiq mustahil aku meraih juara satu. Salah satu kunci keberhasilanku
adalah sungguh-sungguh dan tetap semangat meraih cita-cita. Di samping itu,
mungkin keberhasilanku ini adalah buah dari kebiasaanku membaca koran setiap
hari. Sehingga, perbendaharaan kata menumpuk di kepalaku.
Kisah
inspiratif di atas tidak mengandung maksud apa-apa selain untuk pemicu semangat
saja. Bahwa siapa pun orangnya dan dari kalangan apapun dia, Insya Allah bisa
menulis berita tanpa diembel-embeli dengan latar belakang pendidikan tinggi
atau berbakat tidaknya menjadi seorang penulis. Selagi ada kesungguhan dan
kemauan serius, maka semua akan dengan mudah diraih.
Satu
lagi, tips keberhasilan seorang penulis adalah kesiapan dan kesadaran dari
dalam diri. Apakah benar kita senang membaca
(berita)? Senang melihat wartawan mewawancarai narasumber? Senang melatih diri
menulis apapun? Dan benarkah memiliki
kepuasan batin jika tulisan kita dibaca orang?
Mengapa
minat menggebu ini penting? Karena dengan modal inilah semua kesulitan bisa
diselesaikan. Jika minat sudah ada, maka mulailah bertindak menuju dunia
jurnalistik dengan banyak menulis, banyak membuat analisa dan belajar membuat
opini. Jika opini Anda sudah dirasa bagus, muat ke media massa.
Jika
tidak bisa dimuat, buatlah tulisan setiap hari – sekali lagi setiap hari – di
buku harian Anda. Membiasakan memberi komentar dan deskripsi akan memberikan
kekuatan dan modal penting dalam mengasah kemampuan menulis berita.
Nah,
mulailah menulis komentar tentang peristiwa di sekitar Anda mulai dari kasus
korupsi, banjir, got mampet, kemarau panjang dan angkot yang tidak disiplin,
kalau bisa berbicara dan berdebat dengan rekan Anda tentang suatu masalah yang
lagi hot. Kebiasaan menulis buku harian – tidak selalu tentang romantisme Anda
– mengenai topik sosial, nasional dan internasional akan membuat Anda terbiasa
dan terbuka dalam mengajukan pendapat. Anda juga bisa terbiasa menuliskan
secara runtut dan logis.
Bila
sudah selesai, kaji dan baca kembali. Siapa tahu memang dari situ kelihatan
bakat Anda dalam penulisan. Tidak tentu tulisan pertama akan menjadi karya yang
terpuji, tetapi Anda telah mengawali langkah untuk memasuki karir di dunia
jurnalistik.
Sekali
lagi mulailah menulis. Tulis apa saja, beri komentar apa saja. Lalu
perlahan-lahan buatlah ulasan terhadap peristiwa yang menarik minat Anda.
Keluarkanlah seluruh pengetahuan dan daya analisa Anda, niscaya ini akan
menuntun ke dunia lebih luas dalam tahap awal dunia jurnalistik.
Jangan
menyerah jika selama satu hari Anda tidak menulis apapun karena merasa buntu
pikiran. Saat kesulitan seperti itulah yang menentukan apakah Anda menyerah
atau terus maju.